Analisis Unsur ekstrinsik Wacana pada novel Rantau 1 Muara bab Daster Macan
Nama : Afinda Dahliyanti Putri
NIM : 140621100017
Kelas : PBSI 5-A
Analisis
Unsur Eksternal Wacana
Pada
Novel Rantau 1 Muara karya Ahmad
Fuadi
1. Implikatur,
merupakan ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang diucapkan
(maksud/keinginan) yang disampaikan oleh penutur. Misalnya pada bab 1 dengan
sub judul Daster Macan adalah berikut
ini;
“Aku tancapkan
kunci dan kuakkan pintu tergesa-gesa. Macet. Tidak beringsut. Hanya anak-anak
kunci lain yang begoyang berdenting-denting” (Fuadi, 2014:1)
Pada
kutipan di atas, termasuk implikatur karena tokoh aku yang terdapat di dalam novel tersebut dapat di maksudkan adalah
penulis itu sendiri. Kemudian kata macet dan
tidak beringsut pada kutipan di atas
dimaksudkan penulis] bahwa pintu yang sedang dibuka tersebut sulit untuk dibuka
sehingga yang ada hanyalah dentingan kunci yang lain.
“Karena
malas pindah-pindah seperti kucing
beranak, aku “menghasut” Ibu Odah, ibu kosku, agar tidak melepas kamarku
ke orang lain selama aku pergi.” (Fuadi, 2014: 2)
Pada
kutipan di atas, adanya implikatur pada bagian penjelasan atas nama seseorang
yaitu Ibu Odah yang menyiratkan bahwa
Ibu Odah ini merupakan ibu kos dari
sang tokoh utama. Kemudian adapula kata kucing
beranak yang menyiratkan bahwa sang tokoh tidak mau berpindah pindah,
faktanya kucing yang beranak memang hidup berpindah-pindah.
“Sebagai imbalan,
aku imingi sesuatu yang ibu kos tidak akan bisa tolak. “Nanti akan saya cariin ibu daster di luar negeri”. Dia memang tipe
ibu-ibu separuh umur yang selalu berbaju daster kembang segala rupa.” (Fuadi,
2014:2)
Pada
kutipan di atas, unsur implikatur yang terdapat di dalamnya yakni kata Dia yang menyiratkan bahwa Dia merupakan kata lain dari ibu kos yang di bahas
oleh penulis. Kata tersebut dapat dikatakan implikatur karena dapat disamakan
atau maksud dari kalimat sebelumnya.
“Tiba-tiba ibu
kos menepuk-nepuk pnti kamarku. Heran. Dari dulu dia, tidak pernah mengetuk
pintu, tapi selalu menepuk pintu dengan tangan terbuka. Buk-buk-buk. Tidak enak didengar. Mungkin kali ini dia terganggu
mendengar suara palu beradu dengan dinding. “Punten bu,” kataku membuka pintu kamar dan meminta maaf. Tapi
perhatiannya rupanya tidak ke suara palu” (Fuadi, 2014: 4)
Pada
kutipan di atas, hampir menyerupai analisis sebelumnya yakni kata dia yang diungkapkan oleh penulis
merupakan siratan dari kata ibu kos. Karena kata dia yang
digunakan pada kutipan tersebut berada pada kalimat berikutnya setelah kalimat
sebelumnya menjelaskan mengenai apa yang dilakukan oleh ibu kos. Kemudian ada
satu kata lagi yang merujuk kepada wujud ibu kos yaitu kata perhatiannya. Pada kata tersebut
perhatian yang dimaksudkan adalah perhatian dari ibu kos.
“Sebagai
gantinya, aku belikan dia baju musim panas yan mirip-mirip daster di lapak di
sebelah Chateau Frontenac, Vill de Quebec. Karena motof kembang habis aku
belikan yang bercorak loreng macan.” (Fuadi, 2014: 2-3)
“Lif, pas pisan.
Meuni alus loreng maungna. Resep. Nuhun nyak. Ibu suka lorengnya” (Fuadi, 2014:4)
Pada
kutipan di atas, dapat diketahui bahwa implikatur terdapat pada kata loreng, karena pada kata tersebut di
halaman 4 penulis hanya menuliskan pernyataan ibu kos yang berbunyi ibu suka lorengnya. Jika di telisik lagi
pada kalimat di halaman sebelumnya loreng
yang dimaksudkan di sini ialah baju musim panas yang mirip daster mermotif
atau bercorak loreng macan.
2. Presuposisi,
merupakan kata lain yang artinya, perkiraan, persangkaan, praanggapan. Sehingga
ketika penulis menuliskan suatu hal, maka pembaca akan di ajak memperkirakan
hal yang terjadi setelahnya. Misalnya pada bab 1 dengan sub judul Daster Macan adalah berikut ini;
““Assalamualaikum, ketemu lagi kita,” sapaku iseng ke seisi kamar. Tentulah tidak ada yang menjawab karen
semua benda mati” (Fuadi, 2014:1)
Pada
kutipan di atas, merupakan presuposisi karena kata sapaan yang di ucapkan oleh
sang tokoh seperti menyapa orang yang berada di kamar tersebut, namun perkiraan
tersebut dipatahkan oleh kalimat selanjutnya, karena yang berada dalam kamr
tersebut hanyalah benda-benda mati. Pembaca pasti akan menduga bahwa tokoh
utama menyapa teman kamarnya atau orang yang berada di kamar tersebut apabila
tidak meneruskan membaca ke kalimat selanjutnya.
“Sebagai imbalan,
aku imingi sesuatu yang ibu kos tidak akan bisa tolak. “Nanti akan saya cariin ibu daster di luar negeri”. Dia memang tipe
ibu-ibu separuh umur yang selalu berbaju daster kembang segala rupa.Belakangan,
aku sadar tidak ada daster di Kanada. Sebagai gantinya, aku belikan dia baju
musim panas yan mirip-mirip daster di lapak di sebelah Chateau Frontenac, Vill
de Quebec. Karena motof kembang habis aku belikan yang bercorak loreng macan.
Ibu Odah girang bukan kepalang” (Fuadi, 2014: 2-3)
Pada
kutipan di atas, penulis mengungkapkan bahwa ibu kos adalah pecinta daster dan
tokoh aku menjanjikan sang ibu kos untuk membelikan baju kos namun perkiraan
sang tokoh salah karena di Kanada tidak ada baju daster seperti baju yang
kebanyakan di gunakan ibu-ibu di Indonesia, yang ada hanyalah baju musim panas,
Hal tersebut merupakan presuposisi karena dalam kutipan tersebut penulis dan
pembaca memiliki perkiraan masing-masing akibat kalimat tersebut. Pesuposisi
juga di tekankan lagi pada kalimat berikutnya bahwa ibu kos atau Ibu Oda sangat
senang meski yang dikenakannya itu bukanlah daster selayaknya yang ada di
Indonesia karena yang dia duga itu daster adalah baju musim panas warga Kanada.
“Kemoceng
bersiut-siutan ketika aku sabetkan kiri dan kanan. Beberapa sanak keluarga
laba-laba lari terbirit-birit ketika tali-temali sarangnya aku amuk. Dan
bersinku meletus-letus karena menghirup butir-butir debu yang mengapung-apung
pekat. Jerih membersihkan kamar, aku rebahkan badan di dipan yang berderit itu,
Senyumku terbit begitu menatap dinding kamarku.” (Fuadi, 2014:3)
Pada
kutipan di atas, kalimat Kemoceng
bersiut-siutan ketika aku sabetkan kiri dan kanan merupakan presuposisi
dengan kalimat Jerih membersihkan kamar,
aku rebahkan badan di dipan yang berderit itu. Dianggap presuposisi karena,
kalimat yang menunjukan aktifitas tersebut dapat pembaca anggap salah satu
bentuk untuk membersihkan kamar dan pada kalimat selanjutnya anggapan atau
perkiraan tersebut benar adanya.
“Uh, aku kok
terdengar sombong? Mungkin sekali-sekali
tidak apa-apa, apalagi kalau kenyataannya memang begitu.Kesombongan yang
kelak aku sesali.” (Fuadi. 2014: 3)
Pada
kutipan di atas, kalimat aku kok
terdengar sombong? Merupakan presuposisi dengan kalimat setelahnya, karena
pada dasarnya sang tokoh membuat dirinya kelihatan sombong namun perkiraannya
di patahkannya lagi meski ia yakin bahwa kesombongannya sekarng akan ia sesali
nanti.
“Tanganku
berhenti di surat bersampul cokelat dengan gambar kujang kembar, lambang
kampusku. Ada cap besar di luarnya: PENTING! Dengan tinta merah yang tebal.
Aku buka amplop
itu. Isinya surat peringatan, agar aku segera mendaftar ulang dan membayar uang
kuliah” (Fuadi, 2014: 5)
Pada
kutipan di atas, kata PENTING!
Merupakan presuposisi dengan kalimat pada paragraf selanjutnya berbunyi Isinya surat peringatan, agar aku segera
mendaftar ulang dan membayar uang kuliah. Dianggap prsuposisi karena pembaca
akan menebak bahwa surat tersebut benar-benar penting untuk di baca dan ketika
sudah memasuki paragraf selanjutnya pembaca dan juga si tokoh mengetahui bahwa
kata yang ada di amplop tersebut benar-benar penting.
“ “Punten
pisan Alif, baru datang sudah ibu ganggu. Tapi ibu lagi ribet dan perlu
duit untuk belanja bulanan. Tolong uang kosnya nyak,” dia melempar senyum sekilas, dan kepalanya kembali lenyap di
balik pintu. Upeti daster macan pun tidak mamppu menghalangi tagihan uang kos
yang jatuh tempo.”
Pada
kutipan di atas, kalimat Punten pisan
Alif, baru datang sudah ibu ganggu merupakan presuposisi terhadap kalimat Tolong uang kosnya nyak, karena setelah
ia meminta maaf untuk kembali tokoh bernama Alif
, kemudian ia menyampaikan hal yang akan di sampaikan secara langsung, hal
tersebut di anggap presuposisi karena adanya anggapan untuk memungkinkan
memberi kabar lainnya ternyata yang ingin di sampaikan bukanlah kabar baik yang
ingin di dengar oleh Alif, namun malah kabar buruk yang lain.
3.
Referensi, merupakan hubungan
antara referen dengan lambang yang di pakai untuk mewakilinya. Misalnya
analisis terhadap isi bab 1 Daster Macan;
“Aku lorotkan
ransel tambunku yang seberat batu ke lantai, lalu aku miringkan badan dan aku
sorong pintu ini dengan bahu” (Fuadi, 2014:1)
Dari
kutipan di atas, yang merupakan referensi ialah kata seberat batu ke lantai, pengarang menggunakan kata lambang batu
karena pengarang menggambarkan tokoh yang membawa tas yang sangat berat
sehingga dapat di samakan dengan batu.
“Bohlam usang
itu mengerjap-ngerjap beberapa kali seperti baru siuman lalu bersinar
malas-malasan” (Fuadi, 2014: 1)
Pada
kutipan di atas yang merupakan referensi adalah kata baru siuman dan bersinar
malas-malasan. Karena kedua hal itu merupakan kata kerja yang di gunakan
untuk manusia dan bukan pada bohlam lampu, sedangkan di kutipan tersebut kedua
kata kerja tersebut di gunakan oleh pengarang untuk menciptakan efek yang dapat
dibayangkan pembaca.
“ Beberapa sanak
keluarga laba-laba lari terbirit-birit ketika tali-temali satangnya aku amuk”
(Fuadi, 2014: 3)
Pada
kutipan di atas yang termasuk dengan refernsi yait kata tali temali sarangnya, pengarang mengungkapkan sarang laba-laba
tersebut adalah untaian tali ysng di buat oleh laba-laba dan menjadi sarangnya.
Tali-temali yang di maksudkan pengarang sebenarnya tidak ada hal tersebut hanya
perumpamaan karena sarang laba-laba memang seperti rajutan tali-temali yang di
ciptakan untuk menangkap mangsa.
“Dengan gadang
hati, aku melonjak bangkit dari dipan, aku contreng impian di dinding itu
dengan spidol merah.” (Fuadi, 2014: 3)
Dari
kutipan di atas, yang termasuk referensi ialah kata gadang hati yang bermakna sombong, dari pemaknaannya sendiri gadang hati adalah hati yang tinggi
setinggi gadang sehingga kata tersebut disebut sebuah lambang.
“Dan bersinku
meletus-letus karena menghirup debu yang mengapung-apung pekat.” (Fuadi,
2014:3)
Berdasarkan
kutipan di atas, yang merupakan referensi terdapat pada kata meletus-letus, karena meletus biasanya
diigunakan untuk gunung yang sudah masak dan memuntahkan lavanya, sedangkan di
sini yang dimaksud meletus-letus ialah
bersin yang tak tertahankan yanng terjadi lebih dari sekali.
4.
Inferensi, dengan kata lain simpulan yaitu suatu proses yang harus di lakukan
pembaca atau pendengar untuk memahami makna secara harfiah. Pada bab 1 Daster Macan novel Rantau 1 Muara ini adalah,
seorang mahasiswa yang baru saja kembali dari perjalannaya mengelilingi dunia
masuk ke dalam kamarnya. Ia sudah lama sekali meninggalkan kamar kos itu, ibu
kos pun menyambutnya dengan memberikan tumpukan surat yang selama ini ia terima
saat ia pergi. Tokoh utama mengalami dua masalah yang menimpanya sekaligus dan
ia masih belum mampu menyelesaikannya.
5.
Konteks merupakan beberpa hal yang meliputi unsur eksternal wacana, meliputi;
latar dan suasana, peseta tutur, tujuan tutur, pesan, kata kunci, instrumen,
norma, dan genre wacana.
“Seperti
kebiasaanku setiap masuk kamar, aku jullurkan tangan menekan tombol radio
usangku” (Fuadi, 2014: 2)
Kutipan
di atas, menunjukkan konteks yang berdasarkan tempat yang ia masuki saat itu
ialah masuk kamar. Tokoh utama baru
saja pulang dari perjalanannya.
“Kucingnya, si Momon,
menegakkan kuping dan mellompat dari pangkuannya mengejar si tikus sampai si
lubang gelap di ujung dapur,” (Fuadi, 2014:2)
Pada
kutipan di atas, yang menunjukan konteks ialah kata di ujung dapur yang menunjukan suatu tempat.
“Sebagai
gantinya, aku belikan dia baju musim panas yan mirip-mirip daster di lapak di
sebelah Chateau Frontenac, Vill de Quebec” (Fuadi, 2014:2-3)
Pada
kutipan di atas, yang menunjukan konteks ialah kata di sebelah Chateau Frontenac, Vill de Quebec yang merupakan sebuah tempat yang di tunjukan
oleh tokoh utama.
“I
am back in Bandung” (Fuadi, 2014: 2)
Pada
kutipan di atas, yang menunjukan konteks ialah kata Bandung, sehingga yang dimaksudkan kembali itu ke kota yang saat
ini ia tempati sekarang yaitu Bandung.
“Setahun
yang telah membuat aku bukan pemuda tahun lalu lagi” (Fuadi, 2014: 2)
Pada
kutipan di atas, yang menunjukan konteks ialah kata Setahun karena menunjukan konteks waktu.
“Di surat itu
tertulis, aku harus mendaftar ke fakultas paling lambat tanggal 10 bulan ini.
Aku sudah telat seminggu.” (Fuadi, 2014:5)
Pada
kutipan di atas, yang menunjukan konteks ialah kata tanggal 10 bulan ini dan seminggu
yang menunjukan konteks waktu.
“Aroma lembab
seperti bau timbunan koran basah mengerubuti hidungku begitu pintu menganga. Di
tengah gelap, tanganku mencari sakelar di pojok kamar.” (Fuadi, 2014: 1)
Pada kutipan di atas,
yang menunjukan konteks ialah kata di
pojok kamar yang merupakan latar tempat dan adapula frasa Aroma lembab seperti bau timbunan koran
basah dan Di tengah gelap merupakan suasana.
“ “Punten bu,”
kataku buru-buru membuka pintu kamar dan eminta maaf. Tapi perhatiannya rupanya
tidak ke suara palu.
“Lif, pas pisan.
Meuni alus loreng maungna. Resep. Nuhun nyak. Ibu suka lorengnya” ” (Fuadi, 2014:4)
Pada
kutipan di atas, termasuk konteks karena adanya peserta tutur yang terjadi
antara Alif, dan ibu kos.
Tujuan
dari percakapan tersebut ialah mengucapkan terima kasih atas oleh-oleh daster
yang Alif bawakan dari Kanada pada percakapan selanjutnya ibu kos juga
memberikan surat milik Alif dan di susul dengan percakapan selanjutnya bahwa
ibu kos meminta uang kos untuk memenuhi kebutuhan bulanannya. Terbukti pada
kutipan berikut ini;
““Sebelum lupa,
ini surat-surat yang datang selama ini,” katanya” (Fuadi, 2014:4)
““Punten pisan Alif, baru datang sudah ibu
ganggu. Tapi ibu lagi ribet dan perlu duit untuk belanja bulanan. Tolong uang
kosnya nyak,”” (Fuadi, 2014:5)
Pesan
yang terdapat pada bab dan percakapan yang terjadi antara Alif dan ibu kos
adalah janganlah melupakan hal yang penting hanya untuk sebuah kesenangan
semata, dan jangn pula sombong karena pada akhirnya akan menyesalinya. Kata
kunci yang ada dalam bab ini adalah kesopanan yang Alif lakukan pada ibu kos
meski ada hal yang ia sembunyikan dalam hatinya. Instrumennya yaitu percakapan
langsung yang terjadi antara Alif dan ibu kos. Norma yang ada ialah tingkat
kesopanan Anak kos dan Ibu kos, genre yang terdapat pada bab ini adalah masalah
yang terjadi pada anak kos dedangkan genre wacananya ialah wacana deskripsi.
Komentar
Posting Komentar